MENGGAPAI CINTA YANG HILANG
Pada suatu pagi Baginda Muhammad
SAW datang menengok Abu Salamah yang terbaring sakit di rumahnya. Beliau terus berada
di dekatnya hingga Abu Salamah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Baginda
Rasulullah SAW menutup kedua mata sahabatnya yang perwira itu dengan kedua
tangannya yang mulia kemudian mengarahkan pandangan ke langit seraya bersabda, “Ya
Allah, ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya bersama orang-orang yang
dekat denganMu. Gantikanlah masa lalunya dengan kebaikan bersama orang-orang
yang telah lewat. Ampunilah kami dan dia wahai Tuhan semesta alam.”
Musibah yang satu ini dihadapi
oleh Ummu Salamah dengan hati yang penuh ketabahan. Ia pasrah dengan ketetapan Allah
SWT yang telah digariskan kepadanya. Terngiang dalam benaknya sepotong doa
Baginda Nabi SAW yang pernah dibisikkan suaminya, “Ya Allah berilah aku pahala
atas musibah ini dan berikanlah untukku ganti yang lebih baik.” Ada perasaan
tidak enak terselip dalam hati Ummu Salamah manakala ia mengucapkan potongan
doa yang berbunyi, “Dan berikanlah untukku ganti yang lebih baik.” Hatinya
bertanya-tanya, “Siapakah gerangan yang lebih baik dari Abu Salamah?”
Ketika Ummu Salamah menyelesaikan
masa iddahnya, ada beberapa sahabat terkemuka berusaha melamarnya. Namun inilah
kebiasaan kaum muslimin dalam menghormati seorang saudara. Mereka menjaga istri
manakala salah seorang sahabat meninggal di medan jihad. Ummu Salamah menolak
pinangan mereka semua sebab saat itu hatinya masih tertutup bagi lelaki selain
suaminya.
Baginda Rasulullah SAW turun
prihatin dengan nasib Ummu Salamah. Beliau menilai tidak bijak rasanya bila
wanita yang jujur, setia dan sabar seperti dia dibiarkan sendiri tanpa seorang
pendamping yang mengayomi dan mencukupi segala keperluannya.Maka suatu pagi,
tatkala Ummu Salamah tengah menyamak kulit, Baginda Rasul SAW datang dan
memohon izin untuk menemuinya. Ummu Salamah mengizinkan sembari mengambil
sebuah bantal yang terbuat dari kulit dan diisi dengan serabut pohon sebagai
tempat duduk Baginda Nabi SAW. Beliau pun duduk dan mengutarakan maksud hati
beliau untuk melamar dirinya. Ummu Salamah hampir-hampir tak percaya akan apa
yang didengarnya. Tiba-tiba terngiang lagi doa Baginda Nabi SAW yang diucapkan
Abu Salamah, “Dan berikanlah untukku ganti yang lebih baik.”
Ummu Salamah bergumam dalam hati,
“Beliau tentu lebih baik dari Abu Salamah.” Sebenarnya ia menerima pinangan
Baginda Rasul SAW, akan tetapi hatinya masih dirundung keraguan. Oleh karena
itu, ia pun terlebih dahulu menumpahkan perasaan hatinya, “Marhaban ya
Rasulullah, bagaimana mungkin aku tidak mengharapkan anda? Hanya saja, saya
adalah seorang wanita pencemburu. Saya khawatir bila anda menyaksikan sesuatu
yang tidak anda sukai dari diri saya, maka Allah SWT akan murka kepada saya.
Lagipula saya adalah seorang wanita yang telah lanjut usia dan mempunyai
tanggungan keluarga.”
Mendengar curahan hati Ummu
Salamah, Baginda Rasul SAW memberikan jawaban dengan tutur kata yang lembut, “Adapun
alasanmu bahwa dirimu adalah wanita yang telah berusia lanjut, maka
sesungguhnya usiaku lebih tua darimu. Bukanlah aib bila seorang wanita dinikahi
lelaki yang lebih tua darinya. Mengenai alasan bahwa dirimu memilki tanggungan
anak yatim, maka hendaknya kamu tahu bahwa anak yatim adalah tanggungan Allah
SWT dan rasulNya. Untuk alasan bahwa dirimu adalah wanita pencemburu, maka aku
akan berdoa kepada Allah SWT agar menghilangkan sifat itu darimu.” Ummu Salamah
akhirnya menerima pinangan Baginda Rasulullah SAW dengan perasaan bahagia. “Sungguh,
Allah SWT telah menggantikan bagiku seorang suami yang lebih baik dari Abu
Salamah.”
Tragedi
Ummu Salamah akhirnya hidup dalam
harmoni rumah tangga nabawaiy yang ditakdirkan untuknya. Ia menjaga jalinan
kasih sayang dan dan kesatuan hati bersama para ummahatul mukminin. Ummu Salamah adalah seorang wanita yang cerdas
dalam memahami persoalan dan bisa mengambil keputusan dengan tepat. Pada
peristiwa Hudaibiyah, ia menunjukkan kepandaiannya. Waktu itu Baginda
Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat menyembelih kurban selepas
penanda-tanganan perjanjian dengan pihak kafir Quraisy. Para sahabat enggan
melaksanakannya sebab mereka kecewa dengan hasil perjanjian Hudaibiyah yang
lebih banyak merugikan kaum muslimin. Baginda Rasul SAW menemui Ummu Salamah
dengan perasaan kecewa. Melihat situasi yang kurang mengenakkan itu, Ummu
Salamah berusaha menghibur dan berkata, “Wahai Rasulullah, apakah anda menginginkan
hal itu? Bila demikian, cobalah anda keluar dan jangan berkata sepatah kata pun
kepada mereka sehingga anda menyembelih unta anda, lalu panggillah tukang cukur
anda untuk mencukur rambut anda.”
Baginda Rasul SAW menerima usulan
istrinya itu. Beliau berdiri dan keluar tanpa berkata sepatah kata pun sampai
beliau menyembelih unta. Kemudian Rasul memanggil tukang cukur untuk mencukur
rambut beliau. Melihat pemandangan itu, para sahabat segera bangkit dan
menyembelih kurban, lalu mereka saling mencukur rambut satu sama lain.
Ummu Salamah juga menjadi saksi
dari peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Islam. Pada tragedi pembunuhan
Sayidina Husein bin Ali RA, Ummu Salamah adalah saksi mukjizat Baginda Muhammad
SAW yang mengabarkan tragedi itu jauh sebelum terjadi. Ummu Salamah berkisah, “Suatu
kali Hasan dan Husein bermain di rumahku. Tiba-tiba datanglah malaikat Jibril
AS. Ia berkata kepada Baginda Rasulullah SAW, “Wahai Muhammad, sesungguhnya
umatmu akan membunuh anakmu ini setelah engkau meninggal.” Ia berkata begitu
sembari menunjuk ke arah Husein. Malaikat Jibril kemudian memberikan segenggam
tanah kepada Baginda Nabi SAW. Beliau mencium tanah itu dan bersabda, “Bau karb (kesumpekan) dan bala (musibah). Wahai Ummu Salamah, bila
tanah ini berubah menjadi darah maka ketahuilah bahwa anakku telah terbunuh.”
Ummu Salamah lalu menyimpan tanah itu di dalam botol.
Sewaktu tragedi Karbala meletus,
Ummu Salamah berkisah, “Aku melihat Baginda Rasul SAW di dalam mimpi. Kepala
dan jenggot beliau berlumur darah. ‘Ada apa dengan anda wahai Baginda Rasul?’
tanyaku. “Tadi aku menyaksikan terbunuhnya Husein,” jawab beliau.
Setelah Baginda Rasulullah SAW
menghadap Sang Kuasa, Ummu Salamah senantiasa memperhatikan urusan kaum
muslimin. Ia mengamati segala peristiwa yang terjadi. Dengan kecerdasannya ia
turut andil dalam setiap persoalan yang dihadapi umat dan mencegah kaum
muslimin dari penyimpangan. Ia juga bersikap kritis terhadap khalifah dan pejabat
yang memerintah. Ia kerap menerangkan hukum-hukum Allah SWT dengan kalimat yang
hak dan tak pernah takut dengan celaan orang banyak. Ketika tiba bulan Dzul Qa’dah
tahun 59 Hijriyah, ruhnya yang mulia menghadap Sang Pencipta. Ia wafat dalam
usia 84 tahun setelah memberikan teladan kepada kaum wanita muslimah mengenai
kesetiaan, jihad dan kesabaran. Ia adalah istri Baginda Rasulullah SAW yang
meninggal paling akhir.