Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

CINTA SEBAGAI ANUGERAH ILAHI

Salah satu anugerah terindah dan begitu bermakna dalam hidup ini adalah cinta. Usia cinta adalah setua usia manusia sejak diciptakan di atas dunia. Dengan cinta kehidupan manusia menjadi terhiasi dan menjadi berwarna-warni. Namun di sisi lain, cinta adalah ibarat pedang bermata dua. Ia bisa menghantar menuju kebahagiaan dan bisa pula membawa kesengsaraan. Tergantung bagaimana manusia itu sendiri dalam memaknai dan menjalani cinta tadi. Cinta pada dasarnya suci dan fitrah. Hanya sisi nafsu manusialah yang kerap membelokkan makna cinta yang sesungguhnya.

Adam yang tercipta dan ditempatkan di taman Eden dengan segala fasilitasnya yang luar biasa, toh juga merasa kesepian dan membutuhkan teman hidup untuk mendampinginya untuk mencurahkan rasa cinta dan hasratnya. Apa yang menjadi keinginan Adam akhirnya dikabulkan oleh Allah SWT dengan menciptakan Hawa atau Eve dari tulang rusuk kiri Adam. Mereka pun menjadi pasangan suami-istri pertama dari spesies yang dikenal dengan nama manusia atau human ini. Cinta Adam dan Hawa adalah cinta yang dituntun oleh Sang Pencipta.

Meski Adam tidak disepakati sebagai Rasul pertama, tapi yang pasti semua kitab samawi menceritakan bahwa cinta mereka adalah cinta yang terjalin dalam pernikahan, yang artinya berada dalam tuntunan ajaran Allah SWT. Namun setelah manusia turun-temurun dari generasi ke generasi, kedurhakaan dan penyimpangan pun mulai terjadi, tidak terkecuali dalam perihal cinta dan relasi antar manusia dengan lawan jenisnya. Tak ada yang tau pasti sejak kapan muncul yang namanya perilaku zina, perselingkuhan dan pelacuran itu. Wallahu A’lamu bi dzalik.

Agama menegaskan bahwa perbuatan zina dengan segala polanya semisal kumpul kebo, perselingkuhan, pelacuran, hingga pemerkosaan, sebagai perbuatan mungkar dan dosa besar. Agama mensyariatkan pernikahan agar manusia menjalin cinta dan kasih sayang dengan pasangannya sehingga membuahkan ketentraman hidup. Para pembawa agama Allah tidak hanya memberitakan pentingnya pernikahan, tetapi mereka juga menjalaninya. Sunnah dan ajaran pernikahan itu bersifat manusiawi, fitrah dan indah
Oleh karena cinta merupakan anugerah dari Sang Pencipta, maka Dia pula yang berhak menentukan dan menetapkan segala hukum yang terkait dengan cinta manusia, bukan manusia sendiri dengan ukuran nafsunya. Agama memberikan garis-garis yang membatasi manusia dalam mengartikan dan merepresentasikan makna dan praktik cinta yang dibolehkan maupun yang dilarang. Tentu saja hal itu dalam rangka agar manusia bisa menjaga anugerah cinta yang diterimanya untuk menjadi sumber kebahagiaan yang hakiki, yaitu kebahagiaan yang didasarkan pada nilai-nilai yang berpulang pada keridhoan Sang Pencipta.

Cinta yang didasarkan pada nilai-nilai aturan Allah akan menjadi cinta yang abadi, yang tidak akan pudar atau putus hanya oleh pisahnya sukma dari raga orang yang saling mencintai. Cinta itu akan abadi dan berlanjut di alam baka. Ikatan Syariat terhadap cinta akan menjadi ikatan yang menyatukan suami-istri hingga ke dalam surga ukhrawi. Bahkan hal itu berlaku bagi cinta seseorang terhadap orang yang tak pernah ditemuinya secara langsung, misalnya karena mereka dari generasi atau bahkan abad dan milenium yang berbeda. Rasulullah SAW bersabda perihal cinta yang demikian yang artinya :
“Berkata Abdullah bin Mas’ud RA, Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang seseorang yang mencintai kaum tapi dia tak pernah bertemu dengan mereka?’ Rasulullah SAW lantas bersabda, ‘Seseorang itu (akan) bersama orang yang dicintainya (di akhirat kelak).’” (HR Al-Bukhari-Muslim dari Abdullah bin Mas’ud RA).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

10 KEBIASAAN BURUK WANITA

Wanita adalah makhluk yang identik dengan keindahan dan kelembutan. Allah SWT menciptakan wanita sebagai mitra bagi laki-laki untuk bisa bersama-sama mencapai ridho-Nya dengan cara mengabdi sebaik mungkin kepadaNya. Keridhoan Allah tentu tidak bisa kita capai hanya dengan cita-cita atau angan-angan belaka, melainkan tindakan nyata yang didasari keimanan. Keimanan akan melahirkan ketakwaan, dan ketakwaan tak lain adalah menjalankan segala perintah agama dan menjauhi segala larangannya.

Khusus untuk kaum perempuan ada beberapa kebiasaan tidak baik yang kerap membudaya di tengah-tengah mereka. Yang kadang tidak mereka sadari bahwa hal itu merupakan bentuk perilaku yang sebenarnya kontra terhadap nilai-nilai ketakwaan. Oleh karena itu, jika kita ingin mengoptimalkan ketakwaan, maka kita harus senantiasa menjauhi serta mewaspadainya. Sepuluh kebiasaan buruk itu adalah :

Pertama, kebiasaan gibah. Ghibah atau menggunjing kejelekan atau kesalahan orang merupakan larangan agama. Kebiasaan ngerumpi di antara kaum perempuan kerap menjebak mereka pada tindakan menggunjing orang. Ghibah bisa mengurangi pahala kebaikan seseorang dan pahala itu berpindah kepada orang yang digunjing. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa menggunjing orang sama saja dengan makan bangkai orang yang digunjing itu. Jika ngerumpi tak terhindarkan, maka hindarilah berbuat ghibah yang tak ada manfaatnya itu.

Kedua, hasut akan nikmat orang lain. Tak jauh berbeda dengan ghibah adalah sikap hasut. Bahkan ini lebih buruk lagi. Bagi kaum wanita, khususnya, tak perlu iri (dengki) dengan perhiasaan atau harta-benda milik tetangga atau orang lain. Hasut (dengki) bisa melenyapkan pahala amal baik bagaikan api yang melahap kayu bakar. Konon orang yang suka hasut sulit jadi penguasa. Salah satu tanda orang yang hasut adalah senang menghibah orang yang menerima nikmat. Yang pasti, hatinya tidak suka atau merasa sakit setiap melihat orang lain mendapat nikmat.

Alangkah baiknya jika perempuan memilih bekerja untuk memperoleh pemasukan yang lebih baik di samping pendapatan suaminya daripada kesana-kemari meneliti kekayaan orang lain. Hasut merupakan sifat orang-orang Yahudi dan munafik. Jika rasa iri itu berupa motivasi diri untuk bisa sama dengan orang lain boleh-boleh saja. Tetapi sakit hati kepada orang lain atas nikmat yang diterimanya itulah hasut. Apalagi jika ini sampai diwujudkan dalam tindakan makar terhadap orang yang dihasut., maka akan lebih berbahaya lagi. Biasanya sifat hasut timbul dari kesombongan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Iblis terhadap Nabi Adam AS.

Ketiga, kufur terhadap nikmat atau pemberian suami. Tidak sedikit perempuan yang terjebak dalam sikap ini. Panas setahun seolah hilang oleh hujan sehari. Bertahun-tahun suami memberi nafkah dan lain-lain, namun di suatu saat ketika istri meminta sesuatu dan suaminya tak sanggup memenuhi, maka si perempuan cenderung berkata bahwa suaminya tak pernah memberinya apapun. Sikap demikian itu yang menjadikan mereka penuh dengan kaum perempuan melebihi laki-laki. Tidak sedikit perempuan yang terjebak pada sikap lebih bisa melihat kekurangan suami daripada pemberian yang telah diterimanya. Itu bertentangan dengan nilai ketakwaan.

Keempat, suka kelayap atau keluyuran. Perempuan beda dengan laki-laki. Begitu pula resiko-resiko rentan yang ditanggungnya. Perempuan lebih baik tinggal di rumah, tidak sering keluar rumah apalagi ngelayap. Islam tidak melarang perempuan mencari nafkah asal tidak beresiko membahayakan keselamatan dan kehormatannya. Karena itulah Islam membebankan kewajiban mencari nafkah atas kaum laki-laki. Begitu pula dengan jihad di jalan Allah. Jika perempuan keluar rumah, apalagi dalam usia-usia disyahwati laki-laki, maka setan mengepungnya dari segala arah. Imej perempuan yang suka keluyuran juga jauh dari kategori perempuan bertakwa atau soleha.

Kelima, suka pamer. Jika pamer amal baik saja sudah termasuk tidak terpuji, lantas bagaimana dengan pamer kemolekan, perhiasaan apalagi aurat? Tentu akan lebih tercela lagi. Semua itu merupakan perilaku Jahiliyah. Suka pamer yang dilakukan kaum perempuan bisa memancing setan untuk bereaksi, baik setan yang kasat mata maupun setan yang tak kasat mata. Perempuan soleha bukanlah komoditas publik melainkan pendamping suami dan penghias rumah tangga. Wanita soleha tidak akan suka pamer.

Akan lebih bermanfaat waktu yang dimiliki oleh kaum perempuan digunakan untuk hal-hal positif, seperti mendalami ilmu, mengajar dan mendidik anak-anaknya dengan telaten. Doa anak yang soleh akan menjadi amal jariyah yang tak akan putus pahalanya meski seseorang sudah meninggal dunia. Ilmu yang pernah diajarkan juga akan terus mengalirkan pahala yang berkesinambungan (jariyah) baginya tanpa mengurangi pahala orang lain yang meneruskan penyampaian ilmu tadi.

Keenam, latah pada tren. Ini memang bagian dari penyakit wanita modern dan umum kita saksikan. Gaya hidup konsumtif sampai pada budaya mengikuti tren berpakaian yang berujung pada sikap suka pamer, kerap menjadi karakter perempuan. Jika tren itu negatif, maka tak ada alasan  bagi wanita yang ingin menjaga kesalehannya untuk latah ikut-ikutan. Sebagai contoh adalah mengikuti tren punya teman curhat cowok lain selain suami, tren pergaulan bebas, hingga perselingkuhan. Sungguh ironis jika ini sampai menjadi sebuah tren, asal baik dan bermanfaat. Tren itu pengajian, atau tren berbusana muslim.

Ketujuh, suka buka rahasia. Yang namanya rahasia mestinya tidak boleh dibuka. Jika sudah dibuka, maka bukan rahasia lagi namanya meski hanya kepada satu orang. Jika perasaan seseorang sudah tidak kuat menjaga rahasia yang dititipkan kepadanya, maka jangan harap orang lain bisa menjaga rahasia yang dia buka kepadanya. Barangsiapa menutupi kejelekan saudaranya di dunia, maka Allah akan menutupi kejelekannya kelak di hari kiamat. Membuka rahasia hukumnya dosa. Perempuan rentan terjebak dalam tindakan buka rahasia karena momen-momen seperti ngerumpi.

Kedelapan, bersuara keras. Jika perempuan adalah makhluk yang identik dengan kelembutan, maka mengeluarkan suara keras sudah tentu merupakan hal yang tidak pas. Apalagi  kebiasaan suka tertawa terbahak-bahak. Hal itu dapat menimbulkan penilaian publik yang kurang baik atas dirinya. Sebagian ulama mengatakan bahwa suara perempuan yang merdu juga merupakan aurat. Karenanya, maka perempuan tidak disunnahkan mengeraskan atau menjelaskan suaranya dalam sholat berjamaah, berbeda dengan laki-laki. Ini sama sekali bukan diskriminasi, melainkan perlindungan bagi kepantasan kaum perempuan sendiri. Kelemah-lembutan sang istri akan menambah kecintaan suami.

Kesembilan, hobi berkhayal. Gaya hidup konsumtif sering mempengaruhi mental, khususnya mental kaum perempuan untuk selalu tidak ketinggalan dengan perkembangan tren yang ada. Jika modal ada, ia bisa merealisasikannya. Tetapi jika kebetulan modal belum ada, maka yang muncul hanya khalayan dan angan-angan belaka. Wanita seperti ini, tidak berpikir bagaimana agar ibadahnya lebih istiqomah dan lebih baik, melainkan bagaimana dia segera punya barang ini dan itu. Jika seorang suami tak mampu menjadi penegak rumah tangga yang baik (qawwam), maka ia bisa saja terjebak pada tindakan kriminal seperti korupsi karena memaksakan kehendak menuruti angan-angan dan keinginan istrinya yang tidak realistis dengan kemampuan ekonominya.

Kesepuluh, bertingkah seperti pelacur. Ini juga bisa menjauhkan perempuan dari kategori saleha. Sebagai contoh adalah kegemaran girang jika bertemu laki-laki lain selain suaminya. Tentu lebih hebat lagi jika ini sampai membuka pintu perselingkuhan dengan laki-laki lain. Juga kegemaran memamerkan kemolekan agar digoda atau mendapat perhatian laki-laki lain, atau merasa senang jika banyak mata lelaki memandang dan menikmati penampilan dan dandanannya.   

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SAAT RASULULLAH SAW MENANGIS DAN TERTAWA

“Ana Basyarum mistlukum” potongan ayat ini menggambarkan bahwa Nabi Muhammad seperti manusia pada umumnya. Memiliki perasaan dan kebutuhan yang sama, baik psikis maupun biologis. Hanya bedanya, Nabi mendapat wahyu (al-Qur’an), sedangkan manusia tidak.

Nabi Muhammad, Rasulullah dalam hidupnya juga pernah mengalami sedih, bahagia, tertawa, dan bahkan menangis. Sedih ketika ditinggal istri tercintanya, Khadijah. Tertawa ketika mendengar pertanyaan lucu istri sahabat Nabi, Rifa’ah. Itulah pernik kehidupan Rasulullah, sama seperti orang manusia lainnya.

Berikut beberapa kejadian yang membuat Rasulullah bisa tertawa dan menangis :
Suatu hari, Umar meminta izin untuk masuk ke ruangan Rasulullah. Kebetulan, waktu itu ada beberapa orang wanita Quraisy yang sedang berbicara dengan Rasulullah dengan nada yang cukup keras dan mengajukan banyak pertanyaan. Tahu Umar datang, mereka pun langsung lari ke balik tabir.

Lalu Rasulullah pun tertawa sambil menyuruh Umar masuk. Melihat Rasulullah tertawa, Umar berkata, ”Semoga Allah membuatmu tetap dalam keadaan senang dan gembira, wahai Rasulullah!” Rasulullah pun menjawab, “Aku merasa heran dengan ulah wanita-wanita yang berada di sampingku tadi. Begitu mendengar suaramu, mereka bergegas menuju balik tabir.

Umar berkata kepada wanita-wanta tersebut, “Apakah kalian segan kepadaku, sementara kalian tidak segan kepada Rasulullah?” Mereka menjawab, “Ya, lantaran kamu lebih keras dan lebih kasar daripada Rasulullah.”

Kemudian Rasulullah pun bersabda, “Demi Zat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya. Tidak akan pernah setan menemuimu di suatu jalan yang kamu lalui, kecuali pasti mencari jalan lain, selain jalan yang kamu lalui.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

Tidak sekali itu saja Rasulullah tertawa. Beliau juga pernah tertawa saat ada seorang sahabat yang salah paham dalam menerjemahkan waktu puasa. Tepatnya, tatkala turun ayat, ”…sehingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar.” (Q.S.Al-Baqarah. ayat 187).

Adi bin Hatim berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah. Sungguh saya meletakkan benang berwarna putih dan benang berwarna hitam di bawah bantalku, sehingga aku dapat mengenali antara waktu malam dan waktu siang.”

Mendengar itu, Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya bantalmu itu sangat lebar. Sesungguhnya yang dimaksud adalah hitamnya (gelapnya) malam dan putihnya (terangnya) siang pada fajar”. (Shahih Muslim).
Dalam riwayat lain disebutkan, “Adi bin Hatim menceritakan hal itu kepada Rasulullah dan beliau pun tertawa mendengarnya.”

Dalam kejadian lain, ketika istri Rifa’ah mengadu kepada Rasulullah, beliau pun tertawa. Ceritanya, istri Rifa’ah telah dicerai (Talak bain) oleh Rifa’ah. Lantas ia menikah lagi dengan Abdurrahman bin Zubair, namun memiliki penyakit lemah syahwat.

Nah, kedatangannya kepada Rasulullah untuk mengadukan hal itu. Beliau pun hanya tersenyum sambil berkata, “Jadi, kamu ingin kembali kepada Rifa’ah? Itu tidak bisa, sebelum kamu mereguk madu Abdurrahman dan ia mereguk madumu.”

Selain tertawa, Rasulullah juga banyak menangis. Rasulullah pernah menangis saat mendengarkan bacaan al-Qur’an. Ketika itu, beliau menyuruh sahabatnya, Ibnu Mas’ud untuk membaca al-Qur’an dan Rasulullah mendengarkannya. Karena saking khusuknya mendengarkan bacaan Ibnu Mas’ud, tak terasa air mata Rasulullah mengalir bercucuran.

Rasulullah juga pernah menangis saat menjenguk Sa’ad bin ‘Ubadah sakit keras. Ketika itu, Rasulullan menjenguk dengan ditemani  Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqas, dan Abdullah bin Mas’ud.
Saat beliau masuk, Sa’ad sudah dikerubungi oleh keluarganya. Lalu, beliau berkata, “Apakah ia sudah meninggal?” Mereka menjawab, “Belum, wahai Rasulullah.” Rasulullah pun menangis. Dan, ketika itu, mereka pun ikut menangis.

Yang tak kalah membuat Rasullah sedih tatkala berziarah ke makam ibundanya. Ketika itu, Rasulullah menangis dan orang di sekitarnya ikut menangis. Setelah itu, beliau bersabda:
“Aku meminta izin kepada Rabbku untuk memintakan ampunan untuknya (Ibuku), tetapi aku tidak diizinkan. Kemudian aku meminta izin untuk menziarahi ke kuburnya dan Ia mengizinkannya. Maka berziarahlah ke kuburnya karena dapat mengingatkan pada kematian.” (Shahih Muslim).*

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

KISAH TELADAN KEPADA ORANG TUA

Sahabat Abu Hurairah sempat gelisah karena ibunya masih dalam jeratan kekufuran. Dalam shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia bercerita.

Aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam. Suatu hari aku mengajaknya untuk masuk Islam, tetapi dia malah mengeluarkan pernyataan tentang Nabi yang aku benci. Aku (pun) menemui Rasulullah dalam keadaan menangis. Aku mengadu.

“Wahai Rasulullah, aku telah membujuk ibuku untuk masuk Islam, namun dia menolakku. Hari ini, dia berkomentar tentang dirimu yang aku benci. Mohonlah kepada Allah supaya memberi hidayah ibu Abu Hurairah”. Rasulullah bersabda : “Ya, Allah. Tunjukilah ibu Abu Hurairah”. Aku keluar dengan hati riang karena do’a Nabi. Ketika aku pulang dan mendekati pintu, maka ternyata pintu terbuka. Ibuku mendengar kakiku dan berkata : “Tetap di situ Abu Hurairah”. Aku mendengar kucuran air. Ibu-ku sedang mandi dan kemudian mengenakan pakaiannya serta menutup wajahnya, dan kemudian membuka pintu. Dan ia berkata : “Wahai, Abu Hurairah ! Asyhadu an Laa Ilaaha Illa Allah wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu”. Aku kembali ke tempat Rasulullah dengan menangis gembira. Aku berkata, “Wahai, Rasulullah, Bergembiralah. Allah telah mengabulkan do’amu dan menunjuki ibuku”. Maka beliau memuji Allah dan menyanjungNya serta berkomentar baik” [Hadits Riwayat Muslim]

Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya : “Apakah ini sudah melunasi jasanya (padaku) wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab : “Tidak, meski hanya satu jeritan kesakitan (saat persalinan)”.

Zainal Abidin, adalah seorang yang terkenal baktinya kepada ibu. Orang-orang keheranan kepadanya (dan berkata) : “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibu. Mengapa kami tidak pernah melihatmu makan berdua dengannya dalam satu talam”? Ia menjawab,”Aku khawatir tanganku mengambil sesuatu yang dilirik matanya, sehingga aku durhaka kepadanya”.

Sebelumnya, kisah yang lebih mengharukan terjadi pada diri Uwais Al-Qarni, orang yang sudah beriman pada masa Nabi, sudah berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya berhijrah. Ia ingin bisa meraih surga dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus kehilangan kemuliaan menjadi sahabat Beliau di dunia.

Dalam shahih Muslim, dari Usair bin Jabir, ia berkata : Bila rombongan dari Yaman datang, Umar bin Khaththab bertanya kepada mereka : “Apakah Uwais bin Amir bersama kalian ?” sampai akhirnya menemui Uwais. Umar bertanya, “Engkau Uwais bin Amir?” Ia menjawa,”Benar”. Umar bertanya, “Engkau dari Murad kemudian beralih ke Qarn?” Ia menjawab, “Benar”. Umar bertanya, “Engkau punya ibu?”. Ia menjawab, “Benar”. Umar (pun) mulai bercerita, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Akan datang pada kalian Uwais bin Amir bersama rombongan penduduk Yaman yang berasal dari Murad dan kemudian dari Qarn. Ia pernah tertimpa lepra dan sembuh total, kecuali kulit yang sebesar logam dirham. Ia mempunyai ibu yang sangat dihormatinya. Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya aku hormati sumpahnya. Mintalah ia beristighfar untukmu jika bertemu”.

(Umar berkata), “Tolong mintakan ampun (kepada Allah) untukku”. Maka ia memohonkan ampunan untukku. Umar bertanya, “Kemana engkau akan pergi?”. Ia menjawab, “Kufah”. Umar berkata, “Maukah engkau jika aku menulis (rekomendasi) untukmu ke gubernurnya (Kufah)?” Ia menjawab, “Aku lebih suka bersama orang yang tidak dikenal”.

Kisah lainnya tentang bakti kepada ibu, yaitu Abdullah bin Aun pernah memanggil ibunya dengan suara keras, maka ia memerdekakan dua budak sebagai tanda penyesalannya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS