Entah mengapa setiap mendengar kata cinta, banyak orang akan
tersenyum simpul atau tersipu-sipu malu. Islam tidak menafikan cinta dari hati
dan jiwa manusia. Keberadaannya adalah suci dan mulia karena merupakan fitrah
yang dikaruniakan Allah pada diri setiap makhluk. Cinta menjadi alasan mengapa
seorang ibu dengan rela mengandung, melahirkan dan merawat anak-anaknya. Begitu
pula cinta yang dimiliki seorang ayah hingga membuat ia mampu bekerja keras
untuk menafkahi keluarganya. Cibta adalah penyebab lahirnya generasi-generasi
penerus umat manusia. Naluri seekor ibu kucing untuk menyusui dan menjaga
anak-anaknya adalah wujud sebuah cinta. Islam juga menggalakkan manusia untuk
saling mencintai dengan sesamanya agar dengan begitu akan tercipta kerukunan
dan perdamaian. Baginda Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Dari Anas bin Malik RA dari Nabi SAW, beliau bersabda : Tidaklah (sempurna) iman seseorang diantara kalian hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (H.R.Bukhari dan Muslim).
Karena kesuciannyalah, maka Islam mengatur cinta yang tumbuh
di hati seseorang terhadap lawan jenisnya. Tidak ada yang tahu dengan cinta
pria dan wanita selama itu dalam koridor keimanan. Allah juga memberikan
penjelasan untuk apa diciptakannya rasa kasih sayang tersebut.
Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. (QS Ar-Rum : 21)
Pada intinya, rasa cinta kepada lawan jenisnya haruslah
disandarkan pada Allah semata agar tidak menjadi cinta buta yang mengarah pada
perbuatan maksiat yang terlarang. Ingatlah kisah cinta Nabi Yusuf yang terhijab
oleh rasa takut kepada Sang Khalik. Nabi Yusuf mampu menghindari godaan
Zulaikha untuk berzina karena ia takut mengundang murkaNya meski beliau juga
mencintainya.
Namun jika dibandingkan dengan semua macam cinta di antara
sesama makhluk, maka cinta Nabi Muhammad pada umatnya adalah cinta yang paling
besar. Bagaimana tidak? Di akhir hayatnya, yang keluar dari bibir beliau adalah
ucapan “ummati, ummati.” Sang Nabi akhir zaman itu juga memohon agar rasa sakit
sakaratul maut yang akan dialami umatnya dibebankan seluruhnya kepada beliau
asal diringankan semua rasa sakit itu bagi umatnya. Rasanya tidak ada satu
manusia pun mampu melakukan pengorbanan semacam itu.
Menjelang wafatnya Rasulullah menanyakan beberapa hal kepada
Jibril. Salah satunya adalah jaminan bagi umat beliau. Rasulullah SAW bertanya
: “Wahai Jibril, beritahukan lagi kepadaku tentang kabar yang menggembirakan
aku?” Jibril as bertanya : “Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan
tanyakan?” Rasulullah SAW menjawab : “Tentang kegelisahanku, apakah yang akan
diperoleh oleh orang-orang yang membaca Al-Qur’an sesudahku? Apakah yang akan
diperoleh orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang
akan diperoleh orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?” Jibril
menjawab : “Saya membawa kabar gembira untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah
berfirman : “Aku telah mengharamkan surga bagi semua Nabi dan umat, sampai
engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu.” Maka berkatalah Rasulullah SAW
: “Sekarang tenanglah hati dan perasaanku.”
Cinta yang paling tinggi kedudukannya adalah cinta Allah
kepada hamba-hambaNya. Lihatlah betapa Allah sangat menyayangi hambanya. Dia
menciptakan manusia dengan sebaik-baik kejadian dan melimpahkan rahmat dan
kasih sayangNya. Allah mengkaruniakan akal fikiran yang tidak dianugerahkan
kepada makhluk Allah yang lain. Allah menguji hambaNya untuk mengetahui sejauh
mana kesetiaan seorang hamba terhadap Allah. Allah tidak menguji seorang
hambaNya melebihi apa yang mampu dilakukan oleh hamba itu.
Manusia sering lupa terhadap cinta dan kasih sayang Allah.
Mirip dengan hadirnya sinar matahari yang sudah merupakan peristiwa
sehari-hari, manusia merasa semua itu biasa saja dan melupakannya. Ada pun
sifat cinta dan Maha Penyayang Allah tentu tidak diberikan begitu saja pada semua
orang. Dibutuhkan usaha ekstra bila ingin meraih cintaNya. Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya
Allah memberikan dunia kepada siapa yang dicintaiNya dan siapa yang tidak
dicintaiNya, tetapi Allah tidak memberikan iman kecuali kepada yang
dicintaiNya.”
Kisah cinta seorang hamba pada Tuhannya yang paling tersohor
di dunia adalah cinta Rabiatul Adawiyah kepada Allah SWT. Beliau dikenal sebagai
ibu para kaum sufi. Rabi’ah telah membentuk satu cara yang luar biasa di dalam mencintai
Allah. Dia menjadikan kecintaan pada Ilahi itu sebagai satu cara untuk
membersihkan hati dan jiwa. Selama 30 tahun dia terus-menerus mengulangi
kata-kata ini dalam sholatnya : “Ya
Tuhanku! Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaanMu supaya tiada suatu pun yang
dapat memalingkan aku daripadaMu.” Beliau benar-benar tidak mau tenggelam
dalam kehidupan duniawi dan mendedikasikan seluruh hidupnya dalam sebuah gubuk
hanya untuk beribadah kepada Allah.
Keindahan cinta akan dapat kita rasakan bila kita menemukan
cinta yang didasari oleh cinta kepada Allah.